Sejarah
- Category: Tentang Kota Metro
- Hits: 73
a. Jaman Belanda
Wilayah Kota Metro sekarang pada waktu jaman pemerintahan Belanda merupakan Onder Distrik Sukadana pada tahun 1937 yang termasuk dalam Marga Nuban. Masing-masing Onder Distrik dikepalai oleh seorang asisten Demang, sedangkan Distrik dikepalai oleh seorang Demang. Atasan Distrik adalah Onder afdeling yang dikepalai oleh seorang Controleur berkebangsaan Belanda.
Tugas dari asisten Demang mengkoordinir
Marga yang dikepalai oleh Pesirah dan didalam pelaksanaan tugasnya
dibantu oleh seorang Pembarap (wakil Pesirah), seorang Juru tulis dan
seorang Pesuruh (opas). Pesirah selain kepala marga juga sebagai Ketua
Dewan Marga. Pesirah dipilih oleh Penyeimbang-penyeimbang Kampung dalam
marganya masing-masing.
Marga terdiri dari beberapa kampung
yaitu dikepalai oleh Kepala Kampung dan dibantu oleh beberapa Kepala
Suku. Kepala Suku diangkat dari tiap-tiap suku di kampung itu.
Kepala Kampung dipilih oleh
Penyeimbang-penyeimbang dalam kampung. Pada waktu itu Kepala Kampung
harus Penyeimbang Kampung, kalau bukan Penyeimbang Kampung tidak bias
diangkat dan Kepala Kampung adalah anggota Dewan Marga.
b. Jaman Jepang
Pada jaman Jepang, Residente Lampoengsche Districten dirubah namanya menjadi Lampung Syu, yang dibagi menjadi 3 (tiga) ken, yaitu :
1. Teluk Betung Ken
2. Metro Ken
3. Kotabumi Ken
Wilayah Kota Metro sekarang, pada waktu itu termasuk Metro Ken yang terbagi dalam beberapa Gun, Son, marga-marga dan kampung-kampung. Ken dikepalai oleh Kenco, Gun dikepalai oleh Gunco, Son dikepalai oleh Sonco, Marga dikepalai oleh seorang Margaco dan Kampung dikepalai oleh Kepala Kampung.
c. Jaman Indonesia Merdeka
Setelah Indonesia merdeka dan dengan berlakunya Pasal 2 Peraturan Peralihan UUD 1945, maka Metro Ken menjadi Kabupaten Lampung Tengah, termasuk Kota Metro di dalamnya.
Berdasarkan ketetapan Residen Lampung
No. 153/d/1952 tanggal 3 September 1952 yang kemudian diperbaiki pada
tanggal 20 Juli 1956 ditetapkan :
1. Menghapuskan daerah marga-marga dalam Keresidenan Lampung.
2. Menetapkan kesatuan-kesatuan daerah dalam Keresidenan Lampung dengan nama “Negeri”, sebanyak 36 Negeri.
3. Hak milik marga yang dihapuskan menjadi milik Negeri yang bersangkutan.
Dengan dihapuskannya Pemerintahan Marga maka sekaligus sebagai gantinya dibentuk Pemerintahan Negeri.
Pemerintahan Negeri terdiri dari seorang
Kepala Negeri dan Dewan Negeri. Kepala Negeri dipilih oleh anggota
Dewan Negeri dan para Kepala Kampung. Negeri Metro dengan pusat
pemerintahan di Metro (dalam Kecamatan Metro)
Dalam praktek, dirasakan kurangnya
keserasian antar pemerintahan, keadaan ini menyulitkan pelaksanaan tugas
pemerintahan, oleh sebab itu Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung
pada tahun 1972 mengambil kebijaksanaan untuk secara bertahap
Pemerintahan Negeri dihapus, sedangkan hak dan kewajiban Pemerintahan
Negeri beralih pada Kecamatan setempat.
d. Berdirinya Kota Metro
Sebelum menjadi Kota Administratif
Metro, Metro merupakan suatu wilayah kecamatan yakni kecamatan Metro
Raya dengan 6 (enam) kelurahan dan 11 (sebelas) desa. Adapun 6 (enam)
kelurahan tersebut, antara lain:
1. Kelurahan Metro
2. Kelurahan Mulyojati
3. Kelurahan Tejosari
4. Kelurahan Yosodadi
5. Kelurahan Hadimulyo
6. Kelurahan Ganjar Agung
Sedangkan 11 (sebelas) desa tersebut, antara lain:
1. Desa Karangrejo
2. Desa Banjarsari
3. Desa Purwosari
4. Desa Margorejo
5. Desa Rejomulyo
6. Desa Sumbersari
7. Desa Kibang
8. Desa Margototo
9. Desa Margajaya
10. Desa Sumber Agung
11. Desa Purbosembodo
Atas dasar Peraturan Pemerintah No. 34
tahun 1986 tanggal 14 Agustus 1986 dibentuk Kota Administratif Metro
yang terdiri dari Kecamatan Metro Raya dan Bantul yang diresmikan pada
tanggal 9 September 1987 oleh Menteri Dalam Negeri.
Dalam perkembangannya, 5 (lima) desa di
seberang (sebelah selatan) Way Sekampung dibentuk menjadi 1 (satu)
kecamatan yaitu Kecamatan Metro Kibang dan dimasukkan ke dalam wilayah
pembantu Bupati Lampung Tengah wilayah Sukadana (sekarang masuk menjadi
Kabupaten Lampung Timur). Pada tahun yang sama terbentuk 2 (dua) wilayah
pembantu Bupati yaitu Sukadana dan Gunung Sugih.
Dengan kondisi dan potensi yang cukup
besar serta ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai, Kotatif
Metro tumbuh pesat sebagai pusat perdagangan, pendidikan, kebudayaan dan
juga pusat pemerintahan. Maka wajar bila dengan kondisi tersebut
Kotatif Metro ditingkatkan statusnya menjadi Kota Madya Metro.
Harapan untuk memperoleh Otonomi Daerah
terjadi pada tahun 1999, dengan dibentuknya Kota Metro sebagai daerah
otonom berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999 tanggal 20 April
1999 dan diresmikan pada tanggal 27 April 1999 di Jakarta bersama dengan
Kota Dumai (Riau), Kota Cilegon dan Kota Depok (Jawa Barat), Kota
Banjarbaru (Kalsel), dan Kota Ternate (Maluku Utara).
Kota Metro pada saat diresmikan terdiri dari 2 (dua) kecamatan, yang masing-masing adalah sebagai berikut:
a. Kecamatan Metro Raya, terdiri dari:
1. Kelurahan Metro
2. Kelurahan Ganjaragung
3. Kelurahan Yosodadi
4. Kelurahan Hadimulyo
5. Desa Banjarsari
6. Desa Purwosari
7. Desa Karangrejo
b. Kecamatan Bantul, terdiri dari:
1. Kelurahan Mulyojati
2. Kelurahan Tejosari
3. Desa Margorejo
4. Desa Rejomulyo
5. Desa Sumbersari
Kemudian berdasarkan Peraturan Daerah
Kota Metro Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pemekaran Kelurahan dan Kecamatan
di Kota Metro, wilayah administrasi pemerintahan Kota Metro dimekarkan
menjadi 5 (lima) Kecamatan yang terdiri dari 22 Kelurahan.